Meski Sudah Ditutup, Masih Banyak Yang Menjajakan Diri Di Dolly


Kepolicious - Sahabat Kepolicious pada 18 Juni 2014 lalu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini resmi menutup lokalisasi Gang Dolly. Risma yang dijuluki 'singa betina' mati-matian menutup tempat prostitusi yang terbesar se-Asia Tenggara itu. Salah satu alasan Risma ngotot menutup Dolly karena dia ingin mengajak warganya untuk mencari rizki halal tanpa harus menjual tubuhnya di tempat lokalisasi.
Meski banyak penolakan yang cukup keras dari para penghuni Gang Dolly, namun niat Risma tak gentar. Dia tetap menutup tempat pelacuran itu yang dideklarasikan di Gedung Islamic Center Jalan Dukuh Kupang, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan.

Akhirnya, para PSK dan muncikari pun hanya bisa pasrah mata pencahariannya diobrak abrik oleh Risma. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, ada sebagian dari mereka yang pindah 'jualan' ke kelab malam di berbagai daerah.
Namun, ada pula yang bandel masih menjajakan diri di Gang Dolly. Mereka melakukan bisnis esek-esek tersebut dengan cara terselubung. Oleh karena itu, para pria hidung belang yang biasa 'jajan' di Dolly menyambut gembira dengan geliat prostitusi tersebut walau harus sembunyi-sembunyi.
Seperti yang dilakukan oleh Imanuel D (50), warga Wonorejo, Surabaya, Jawa Timur. Setiap dua hari sekali dia rajin menyambangi Dolly untuk memuaskan nafsunya dengan PSK.
"Saya datang ke Dolly tiap dua hari kadang tiga hari sekali. Meski sudah ditutup, masih bisa booking (perempuan) sembunyi-sembunyi. Sekali kencan, sekarang Rp 500 ribu," kata pria yang berprofesi sebagai sopir pribadi ini di Mapolrestabes Surabaya, Selasa (5/12).
Bahkan, untuk menyalurkan hobinya berkencan dengan 'kupu-kupu malam' dia nekat menggadaikan BPKB mobil majikannya. Tak hanya itu, dia juga membawa lari motor majikannya.
"15 tahun jadi sopir pribadi, saya diberi uang makan perhari Rp 70 ribu, dan gaji bulanan Rp 500 ribu. Karena gak cukup untuk bayar utang dan hidup sehari-hari, saya nyuri. Uangnya saya pakai bayar utang, foya-foya dan main perempuan di Dolly," katanya.
Akan tetapi, bisnis terselubung itu bukan berarti berjalan mulus. Pada Agustus lalu, Satuan Polisi Pamong Praja dibantu Unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya, berhasil menangkap enam orang yang terdiri dari muncikari dan PSK.
"Saat dilakukan penggerebekan, para muncikarinya ada di dalam wisma. Sedangkan ketiga PSK-nya berada dalam kamar dan masih melayani tamu," kata Kasi Penindakan Satpol PP Kota Surabaya, Dari, Selasa (25/8).
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Takdir Mattanete, membenarkan penangkapan itu. "Ini merupakan upaya kita dalam memberantas semua kegiatan prostitusi terselubung di Surabaya," kata Takdir di Mapolretabes Surabaya.
Menurut pemegang pangkat dengan dua melati di pundak ini, Gang Dolly dan Jarak memang sudah ditutup. Namun nyatanya masih tetap beroperasi. Hanya saja tidak lagi dilakukan terang-terangan seperti saat sebelum ditutup pemerintah setempat.
"Memang penutupan sudah dilakukan oleh Pemkot Surabaya tahun lalu, tapi ternyata masih beroperasi. Hanya saja, saat ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi," ujar Takdir.
Modus pelacuran setelah tempat prostitusi itu ditutup, lanjut Takdir, adalah dengan dua muncikari berdiri di pinggir jalan, dan satu orang menjaga wisma. Mereka menawarkan anak buahnya kepada setiap pengguna jalan yang melalui daerah itu. Kalau ada yang berminat, keduanya memberi ciri-ciri PSK-nya.
"Mereka tidak menunjukkan foto PSK-nya, melainkan hanya menyebut ciri-ciri fisiknya saja. Untuk tarif sekali main, PSK-nya dibanderol Rp 300 ribu," tambah Takdir.
Dari tarif itu, PSK menerima Rp 150 ribu, sedangkan sisanya buat muncikari plus biaya kamar. "Setelah deal, satu dari dua muncikari yang di jalan ini menemui PSK-nya, dan satunya lagi mengantar pelanggan ke wisma yang dijaga muncikari, yang satunya dari pintu belakang. Wismanya memang sudah kosong, dan PSK-nya dikoskan di tempat lain, dan baru kalau ada pelanggan, si PSK diantar ke wisma untuk melayani pelanggannya," imbuh Takdir.
Sementara itu, salah satu muncikari, Sugiono, mengaku hanya memiliki lima PSK. Dan bisnisnya itu, baru berjalan tiga bulan. "Kalau lagi sepi pelanggan, PSK-nya saya tawarkan Rp 150 saja," kata mantan muncikari Dolly yang kini kembali menggeluti bisnis haram itu.
Sedangkan AG, salah satu PSK, mengaku hanya sambilan saja. "Sebenarnya saya sudah kerja di salon. Cuma kalau ada job, saya ditelepon. Saya melakukan pekerjaan ini karena gajinya per bulan, dan tidak bisa jajan tiap hari," kata eks PSK Dolly asal Madiun ini.
AG juga mengaku, sebelum Dolly dan Jarak ditutup Pemkot Surabaya, AG mengaku tiap hari bisa memegang uang banyak dan mengirimnya ke desa. "Kalau dulu kan, tiap hari bisa pegang duit, dan bisa ngirim uang ke kampung tiap minggu, sekarang sudah tidak bisa lagi," ujar AG.

Sumber : Disini

0 komentar:

Post a Comment